Sabtu, 04 Maret 2017

Karet Nasional Kalah Unggul dari Malaysia dan Thailand


Muratara-SeputarKito.com, Kementerian Perindustrian, Airlangga Hartarto merilis produksi industri karet nasional masih rendah. Padahal, Indonesia memiliki areal karet paling luas di dunia yakni sebesar 3, 4 juta hektar. Dalam hitungan per hektarnya, produktivitas karet lokal masih kalah dibanding produksi di Malaysia dan Thailand.

"Produksi dalam negeri baru mencapai satu ton, kalah dengan Malaysia sudah memproduksi 1, 3 ton per hektar, Thailand 1, 9 ton per hektar," kata Hartanto

Lebih lanjut lagi ia memaparkan sektor industri karet menyerap tenaga kerja dan terkait langsung dengan industri kurang lebih sebanyak 2, 1 juta orang. 

Sementara untuk yang tidak terkait langsung dengan industri karet tersebut, lanjutnya, telah menyerap tenaga kerja kurang lebih sebanyak 100 ribu orang. "Dengan demikian, hal tersebut merupakan peluang bagi industri karet nasional untuk terus berproduksi maksimal," katanya.

Meskipun demikian, lanjutnya, masih ada tantangan berupa pembinaan terhadap perkebunan rakyat agar dapat meningkatkan produktivitas. "Selain itu juga perlu hilirisasi produk 'crumb rubber' dan lateks untuk menjadi produk karet hilir yang bernilai tambah tinggi," ujarnya.


Sementara itu, Ketua Dewan Karet Indonesia, Aziz Pane mengatakan pemerintah hingga saat ini dinilai masih abai dalam membangun industri hilir karet. Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar kedua setelah Thailand. Sayangnya, sekitar 85% produksi karet dalam negeri masih diekspor dalam bentuk karet mentah dan sisanya untuk konsumsi dalam negeri.

Akibatnya, petani karet memiliki pendapatan yang kecil. Sebagai ilustrasi, harga karet dunia saat ini berada pada kisaran USS2, 5- 3 per kilogram, namun, harga jual di tingkat petani di Kalimantan Selatan hanya berkisar Rp7 ribu Rp8 ribu per kg.

"Hal serupa dialami juga oleh petani karet di daerah lain. Padahal, jumlah mereka sekitar 2, 1 juta orang menguasai 85% luas areal karet alam nasional. Mereka ini telah memberikan kontribusi besar dalam menghasilkan devisa negara," kata Aziz.

Sedangkan menurut, Badan Pengkajian dan Penelitian Teknologi Tinggi (BPPT) cara untuk mendongkrak produksi karet alam adalah rekayasa genetik tanaman karet. Tujuannya, untuk menciptakan tanaman karet yang produktivitasnya tinggi.

"Diharapkan dalam waktu lima tahun ke depan, produktivitas akan naik. Itu, di sektor hulu," kata Unggul.

Sementara itu, di sektor hilir, ada juga kerja sama dengan produsen ban, GT, untuk memproduksi ban pesawat yang menggunakan karet alam.

Karet alam pun juga digunakan untuk campuran aspal supaya tak ada pori-pori dalam aspal sehingga aspal bisa tahan lama.

"Ini bertujuan supaya produksi meningkat. Penerapannya pun bisa meningkat hingga 80 persen dan ekspor (mentahnya) tinggal 20 persen," tambahnya.


Sumber: Harian Ekonomi Neraca