Muratara-SeputarKito.com, Kementerian
Perindustrian, Airlangga Hartarto merilis
produksi industri karet nasional masih rendah. Padahal, Indonesia memiliki
areal karet paling luas di dunia yakni sebesar 3, 4 juta hektar. Dalam hitungan per hektarnya,
produktivitas karet lokal masih kalah dibanding produksi di Malaysia dan
Thailand.
"Produksi
dalam negeri baru mencapai satu ton, kalah dengan Malaysia sudah memproduksi 1, 3 ton per hektar, Thailand 1, 9 ton per hektar," kata Hartanto
Lebih
lanjut lagi ia memaparkan sektor industri karet
menyerap tenaga kerja dan terkait langsung dengan industri kurang lebih
sebanyak 2, 1 juta orang.
Sementara
untuk yang tidak terkait langsung dengan industri karet tersebut, lanjutnya,
telah menyerap tenaga kerja kurang lebih sebanyak 100 ribu orang. "Dengan
demikian, hal tersebut merupakan peluang bagi industri karet nasional untuk terus
berproduksi maksimal," katanya.
Meskipun
demikian, lanjutnya, masih ada tantangan berupa pembinaan terhadap perkebunan
rakyat agar dapat meningkatkan produktivitas. "Selain itu juga perlu
hilirisasi produk 'crumb rubber' dan lateks untuk menjadi produk karet hilir
yang bernilai tambah tinggi," ujarnya.
Sementara
itu, Ketua Dewan Karet Indonesia, Aziz Pane mengatakan pemerintah hingga saat
ini dinilai masih abai dalam membangun industri hilir karet. Indonesia
merupakan negara penghasil karet alam terbesar kedua setelah Thailand.
Sayangnya, sekitar 85% produksi karet dalam negeri masih diekspor dalam bentuk
karet mentah dan sisanya untuk konsumsi dalam negeri.
Akibatnya, petani karet memiliki pendapatan yang kecil. Sebagai ilustrasi, harga karet dunia saat ini berada pada kisaran USS2, 5- 3 per kilogram, namun, harga jual di tingkat petani di Kalimantan Selatan hanya berkisar Rp7 ribu Rp8 ribu per kg.
"Hal
serupa dialami juga oleh petani karet di daerah lain. Padahal, jumlah mereka
sekitar 2, 1 juta orang menguasai 85% luas areal karet alam nasional. Mereka
ini telah memberikan kontribusi besar dalam menghasilkan devisa negara,"
kata Aziz.
Sedangkan
menurut, Badan Pengkajian dan
Penelitian Teknologi Tinggi (BPPT) cara untuk mendongkrak produksi karet alam adalah rekayasa genetik tanaman karet.
Tujuannya, untuk menciptakan tanaman karet yang produktivitasnya tinggi.
"Diharapkan
dalam waktu lima tahun ke depan, produktivitas akan naik. Itu, di sektor
hulu," kata Unggul.
Sementara itu, di sektor hilir, ada juga kerja sama dengan produsen ban, GT, untuk memproduksi ban pesawat yang menggunakan karet alam.
Karet alam pun juga digunakan untuk campuran aspal supaya tak ada pori-pori dalam aspal sehingga aspal bisa tahan lama.
"Ini
bertujuan supaya produksi meningkat. Penerapannya pun bisa meningkat hingga 80
persen dan ekspor (mentahnya) tinggal 20 persen," tambahnya.
Sumber: Harian Ekonomi Neraca